Langsung ke konten utama

KISAH PENJUAL ES TEBU

Siang yang terik. Selepas melakukan pengamatan di sawah aku singgah di gubuk yang tak jauh dari situ. Beristirahat sejenak sembari mencari minum untuk melepas dahaga. Di gubuk itu ada seorang ibu berjualan es tebu. Seperangkat peralatan memenuhi gubuk kecil itu. Mesin penggiling tebu, teko plastik, termos es, gelas dan alat-alat penunjang berjualan. Adapula meja kecil dan satu bangku panjang untuk tempat duduk pembeli. Bangku yang hanya muat untuk tiga orang saja. 

"Apa kabar, bu. Beberapa kali saya ke sini tidak melihat panjenengan berjualan. Kemana bu?"
"Iya, bu. Saya memang lama ngga berjualan. Nemani suami saya di rumah sakit., kambuh lagi penyakitnya." Pertama kali kami bertemu ia pernah bercerita soal penyakit suaminya yang sudah bertahun-tahun. 
"Ooh, Makanya ngga pernah ketemu" 
"Es tebu, bu?"
"Ya. Taruh di plastik saja ya."
"Nggih"

Ia beranjak dari bangku dan segera menyiapkan pesananku. Kulihat persediaan di teko plastik tinggal separuh. Hari itu dia menggiling 12 lonjor tebu, sekitar satu meter per lonjornya. Dari hasil giling berulang-ulang diperoleh satu teko penuh. Bila banyak pembeli-katanya-satu kuintal tebu seharga enam puluh ribu bisa habis selama 3-4 hari. Tetapi bila sepi pembeli, tebu baru habis dalam satu minggu. 

"Ini hari pertama saya jualan lagi. Sebenarnya sama suami  tidak boleh jualan, Ngga ada yang bantu dorong gerobak. Tapi kalau tidak berjualan darimana dapat uang untuk makan sehari-hari." Diceritakannya segala daya upaya yang dilakukan agar suaminya sembuh. Termasuk menjual harta bendanya.
"Ini es tebunya, bu." Akhirnya minuman segar itu  membasahi kerongkonganku.

Hari itu saya melihat sebuah kegigihan dari sosok seorang ibu. Perempuan sederhana yang berjuang dengan sekuat tenaga. Dari usahanya ia meletakkan harapan sembari bertumpu sepenuhnya pada Tuhan Sang Pemberi Rejeki, yang sanggup memelihara hidupnya bersama dengan suaminya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MALAM ITU DI GETSEMANI

Malam itu di Getsemani Dalam gelap yang memekat Tertikam  kelu berbalut  sedih Terpapar hati  di dera resah Terlukis di tetes air mata darah Malam itu di Getsemani Di hening yang sunyi Diantara sahabat yang terbuai kala harus terjaga Berserah hati meneguk cawan  pahit Demi jiwa-jiwa terhilang Malam itu di Getsemani ciuman palsu tersuguh penanda bagi musuh Namun tikai terlerai oleh jamahan kasih Malam itu di Getsemani Menapak kaki menuju derita Kalvari Menjadi penebus atas segala salah Dan membuat jiwa-jiwa berdosa layak dihadapan-Nya Mengingat malam di Getsemani terurai makna tersadar  hati betapa bernilainya diri ini bagi-Nya   Gempol, 5 April 2012 ----refleksi hati dimalam menjelang Jumat agung

DI BIAS MENTARI PAGI

Dalam kehangatan pagi Di tiap semburat keindahan mentari Tertuai harap Teruntai doa Tergenapi rindu Di biduk perjalanan kalbu. Est, 29 September 2012 Picture by Safril, at Pasuruan 

FILOSOFI BUNGA ANGGREK

Banyak wanita menyukai anggrek karena keindahan bunganya. Bunga anggrek juga lebih tahan lama dibandingkan bunga mawar. Tahukah anda bahwa keindahan dan kekuatannya  tidak dihasilkan dalam waktu singkat? Mulai dari bibit hingga berbunga membutuhkan waktu lama.  Pada setiap fase pertumbuhannya banyak ancaman dari lingkungan yang  dapat membuatnya tidak tumbuh   bahkan mati. Saya pernah mengamati pertumbuhan anggrek Papua dan menantikan munculnya bunga. Saya memberi pupuk dan nutrisi lainnya. Harapannya, agar anggrek Papua cepat berbunga. Sayangnya, bunga itu tidak muncul juga. Saya tidak lagi banyak berharap munculnya bunga anggrek Papua. Setelah 10 tahun berlalu, keindahan bunga anggrek itu dapat saya nikmati. Kadang hal-hal  indah  yang Tuhan janjikan  harus melalui proses  panjang, dan menyakitkan. Hambatan-hambatan yang ada kadang memaksa kita untuk menyerah. Di sisi lain kita melakukan hal-hal dengan maksud mempercepat mendapatkan apa  yang kita inginkan.             Kita tidak bis