Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

BAIT BAIT CINTA

: Untuk Pak Ahok Ragamu terpenjara tetapi hatimu tidak ia bebas mencinta, bercengkrama dengan Tuhan dan sesama serta siang malam merapal doa bagi kebaikan bangsa. Gerakmu sebatas jeruji besi tetapi karyamu tidak Ia mengabadi di banyak lokasi menjadi kenangan yang tak lekang dari ingatan Langkahmu terhenti di gerbang berpintu besi tetapi semangat juangmu tidak Ia tersemat dalam banyak hati merupa dalam bunga, lilin dan doa Melaluimu banyak mata melihat banyak telinga mendengar banyak hati belajar, pun aku ini menelisik diri melihat jauh ke relung hati kebaikan apa yang sudah kubuat untuk negeri ini? Dalam doa-doa yang kau langitkan dari ruang sempit itu sertakan kami yang mencintai negeri ini untuk selalu membuat ibu pertiwi tersenyum lewat kerja layan kami. Selamat Ulang Tahun pak Ahok terkasih. Tuhan memberkati. 29 Juni 2017

Haruskah Senja Selalu Jingga?

Haruskah senja selalu jingga? Hingga selalu dicari di antara laut dan horison langit yang di antara bebatuan karang ia mengintip. Benarkah senja selalu jingga? hingga harus berjalan jauh mendaki untuk melihat senyumnya yang kadang malu tersapu mega. Aku melihat senja yang tak selalu jingga Ia merupa cerahnya biru berpadu putih  Dan indahnya tetap sama meski hanya terlihat dari beranda. Pada senja yang biru itu Ada lukisan rindu Inginku untukmu. 28 Juni 2017

TOPLES, SI SAKSI BISU

Toples-toples itu menjadi saksi bisu saat pemiliknya memasukkan kue-kue di dalamnya menjelang musim mudik tiba. . Di antara kue-kue yang ditata dengan cinta toples-toples itu mendengar rupa-rupa kisah dan kenangan pemiliknya tentang mereka yang dirindukan. . Saat hari mudik tiba toples-toples itu kadang terabaikan. Ia dikalahkan oleh keriangan dan tawa atas rindu yang saling dilepaskan. Hanya sesekali toples-toples itu disentuh. Selebihnya, lagi-lagi toples-toples menjadi saksi melihat kegembiraan anak-anak  mendapat sedikit rejeki yang dibagi-bagi. . Memang tak selalu toples-toples itu melihat senyum dan tawa. Adakalanya juga menjadi saksi bisu untuk setiap tetes air mata dan kesedihan yang mendera. . Jika toples-toples itu bisa berbicara mungkin ia akan berkata, dalam suatu rentang masa kami telah menjadi saksi perjalanan hidup manusia saat musim mudik tiba. 27 Juni 2017 #nulisrandom2017 #day27

Liburan

Libur panjang. Sayang bila disia-siakan. Begitu kata orang. Liburan berarti beristirahat dari kesibukan sehari-hari. Keluar sejenak dari rutinitas yang terkadang melelahkan. Oleh karena itu banyak orang merencanakan jauh-jauh hari untuk melakukan sebuah perjalanan ke suatu tempat di saat liburan. Mereka mempersiapkan dengan matang agar perjalanannya menjadi sebuah liburan yang menyenangkan. Liburan, baik sendiri atau bersama teman dan keluarga menjadi sarana untuk menyegarkan pikiran dan perasaan. Senang melihat beberapa kawan yang mengunggah foto liburan mereka di media sosial selama musim liburan ini.  Masing-masing seakan  berlomba menyajikan foto-foto terbaik dari tempat-tempat yang disinggahi. Ada yang melakukan perjalanan dari kota ke kota, dari pulau ke pulau juga ke luar negeri. Semua nampak senang, semua bersukacita. Unggahan para netizen yang bepergian membuat seorang kawan  yang tak melakukan perjalanan menuliskan komentarnya. Isi statusnya menghimbau agar jangan pamer ac

NENEK DAN SUNGKEMAN

Hari lebaran. Hari kemenangan yang dirayakan oleh saudara kita umat muslim setelah sebulan berpuasa. Saling bermaaf-maafan antar sesama. Keluarga saya  tak merayakan lebaran, tapi tiap lebaran kami sempatkan untuk berkumpul bersama keluarga besar nenek yang merayakan lebaran. Sebaliknya ketika kami merayakan Natal yang lainnya juga berkumpul di rumah kami. Nenek, mengingat beliau saya jadi teringat dengan tradisi yang dilakukan selama beliau masih hidup. Tradisi itu adalah sungkeman. Tiap lebaran itu selalu menjadi kegiatan utama selain makan-makan dan bagi-bagi angpao tentunya. Nenek -kami memanggilnya eyang Sis- di pagi lebaran sudah berdandan cantik dengan kain dan kebaya kutu baru lengkap dengan sanggul jawa.  Sejak muda  eyang memang berpakaian seperti itu. Didikan jaman Belanda dan tradisi Jawa yang menekankan kedisiplinan dan tata krama turut mempengaruhi sikap dan keseharian beliau. Sehingga kedisiplinan dan tata krama itu pun juga diajarkan pada anak dan cucunya, termasuk

PESAN DARI SEORANG KAWAN

"Terima kasih bu, bukunya sudah saya terima," itu pesan pertamanya setelah buku yang kukirim sampai di tangannya. Berharap buku itu bisa menemani beliau mengisi waktu-waktu hening selama masa sakitnya. Juga berharap bisa menginspirasinya untuk menuliskan banyak hal baik di hidupnya dalam jalinan puluhan kata dan paragraf. . "Saya baru baca kisah yang bagian pertama. Saya..... " dan penjelasan selanjutnya membuat aku tercekat. Hanya bisa berdoa agar be liau dimampukan-Nya untuk menanggung beban itu. . Sepekan kemudian kuterima lagi pesannya, "Ibu sangat cerdas mengambil makna dan inspirasi kehidupan yg ibu alami termasuk apa yg dilihat. bukunya enak dibaca. Terima kasih sekali bu saya baru selesai membacanya. Terima kasih sudah menginpirasi dan Tuhan tahu balasan apa yang kelak buat ibu. " Itu pesan terakhirnya. . Sebulan kemudian sejak pesan terakhir itu, kuterima berita bahwa beliau telah berpulang. . Sahabat, terima kasih. Beristir

SALAH PAHAM

Terkadang apa yang terjadi tak seperti apa yang dilihat. Yang didengar tak sepenuhnya benar karena yang didengar hanya sepenggal. Namun seringkali emosi negatif hadir mendahului akal sehat. Sedih, marah dan kecewa lebih menguasai hati.  Hal ini yang kulihat dari dua tayangan film di televisi akhir pekan ini. Yang satu film serial "Kesempurnaan Cinta", yang satu lagi film layar lebar " 99 cahaya di langit Eropa". Keduanya berkisah hal yang sama, tentang kesal ahpahaman antara dua manusia atas apa yang dilihat dan didengar.  Salah paham terjadi karena seseorang hanya menerka dan mereka-reka. Alih-alih menanyakan untuk memperjelas maksudnya, malah emosi negatif yang lebih dulu berbicara. Ujung-ujungnya diam menjadi bahasa diantara keduanya. Bahkan adakalanya dibutuhkan orang ketiga untuk memperjelas dan mendamaikannya. Salah paham. Sejatinya itu selalu ada. Hal ini terjadi karena seseorang berinteraksi dengan orang lain. Bagi yang

HUJAN MASIH BERMAIN BERSAMA JUNI

HUJAN MASIH BERMAIN BERSAMA JUNI Hujan masih bermain bersama Juni menyapa bunga dan dedaunan. menari jejakkan diri di tempat butir butir bening ingin berjatuhan. . Ia hadir bergantian bersama terik mentari berbagi tempat nyaman bagi serangga hama memperbanyak diri di semak-semak, di pangkal batang di ujung tanaman bahkan di jalanan. . Geliat tarian hujan masih belum berakhir Terus mengalir bahkan menjadi banjir Keuntungan di sini kemalangan di sana, Begitu kata orang tentangnya. . Hujan tercenung, seperti tertuduh. "apa salahku?" dia mengeluh. "Akukah yang tebangi pepohonan di gunung? Akukah yang membuang sampah di saluran-saluran irigasi, di sungai hingga jalanku terhambat menuju laut? Akukah yang membuang jerami padi, serasah limbah tanaman pemulih lahan hingga tanah tak lagi bisa memegangku erat? Akukah yang mengalihkan tanah-tanah subur berganti beton dan bangunan hingga aliranku terhambat?" . . Hujan masih bermain bersama Juni, mun

DETAK DETIK USIA

Serupa jarum jam yang bergulir usia melaju tak bisa menunggu. Mendengar detak detiknya laiknya mendengar detak-detak jantung Dan hembusan nafas yang menyatu di raga semata adalah karunia-Nya. Seberapa lama itu ada tak ada yang bisa memastikannya. Selamat mensyukuri dan memaknai hidup yang di anugerahkan-Nya. " 11 Juni 2017 #nulisrandom2017 #day11

KELANA IMAJINASI

Apa yang kita baca dapat menumbuhkan imajinasi. Seperti saat membaca cerita fiksi atau non fiksi. Misalnya  novel, cerpen atau kisah hidup seseorang.  Acapkali penulis menggambarkan situasi dan merangkai  cerita sedemikian rupa sehingga membuat pembaca larut dalam ceritanya.  Seperti saat aku membaca beberapa cerpen di grup menulis di facebook.  Setiap cerpen dibuat oleh dua orang, bahkan pernah ada yang tiga orang. Panjang cerpen sebanyak dua puluh lima paragraf.  Ide ini digagas oleh pak Tengsoe pakar sastra untuk membuat orang gemar menulis cerpen. Salah satu cerpen yang kubaca berkisah   tentang seorang ibu yang pandai membuat mie tek tek dan akhirnya membuka warung dengan mie sebagai menu andalan. Aku menyimak proses pembuatan cerpennya.   Paragraf demi paragraf dibuat. Penggambaran situasi dan konflik yang terjadi di dalam cerita mengajakku berimajinasi. Seakan-akan aku berada di warung yang oleh penulisnya dinamai "warung mie puisi cinta" itu, memperhatika

DUSTIN DAN PANCASILA

Saat libur hari Pancasila yang lalu Dustin, ponakanku main ke rumah. Aku memberitahunya kalau hari itu hari lahir Pancasila. Dia berkata, "aku sudah tahu. Dikasi tahu kakak."  "Coba sekarang nyanyi lagu Garuda Pancasila," pintaku.  Tanpa diminta dua kali, dia sudah bersiap untuk menyanyi.  "Sebentar, mama Arin rekam dulu" kataku.  Sambil menirukan gaya seperti di televisi aku panggil namanya dan kusebutkan nama sekolahnya. Dia dengan lantang menyanyikan lagu tersebut sampai selesai sembari tangannya memberi hormat.   Memang ada beberapa bagian yang perlu dibetulkan dari yang dinyanyikannya dan ada kata-kata yang mungkin belum diketahui maknanya. Tetapi buatku melihat dia -anak Taman Kanak kanak-  bisa menyanyikan lagu nasional dengan baik tanpa sumbang adalah kebanggaan buatku.  Setidaknya dibenaknya sudah tertanam lagu-lagu perjuangan dan berharap itu akan selalu diingatnya serta dapat menumbuhkan kecintaannya pada negeri ini.

MARI TERSENYUM

Akhir pekan pertama di bulan Juni. Membaca kembali catatan Gede Prama dalam bellofpeace.org yang pernah saya bagikan di dinding facebook beberapa tahun lalu. ""Senyuman adalah serangkaian cahaya yang Anda bagikan kepada setiap orang yang Anda jumpai. Anehnya cahaya jenis ini, ia tidak saja menerangi ke luar, namun juga menerangi ke dalam."  Tersenyum pada orang lain dalam situasi yang menyenangkan sangatlah mudah, tetapi perlu usaha lebih di kala keadaan tak seperti yang diharapkan. Bisakah tersenyum saat dihadapkan dengan masalah pelik? Saat sakit, saat berselisih atau berduka?  Hal itu juga yang ditanyakan oleh Ajahn Bram, seorang biksu kepada guru meditasinya saat dia masih menjadi mahasiswa.  Waktu itu sang guru memintanya agar setiap bangun tidur di pagi hari ia menghadap cermin. "Saya ingin kamu menatap cermin dan tersenyum kepada dirimu sendiri."  Dia protes, karena adakalanya saat pagi hari dia bangun tidur dengan perasaan tidak

SUARA KITA ADALAH MUSIK

Bangun pagi biasanya aku memutar musik lagu-lagu rohani untuk pengantar bersaat teduh. Kalau tidak dari radio aku mendengarkannya dari internet. Tetapi hari ini internet dari Indihome tak seperti biasanya. Sangat lemot. Kuputuskan memutar lagu-lagu yang tersimpan di ponsel. Tak banyak. Hanya beberapa  lagu yang pernah kuunduh dari internet dan lagu-lagu hasil rekaman sendiri saat latihan di gereja.  Ada satu rekaman yang kunyanyikan trio bersama adikku Leonora Betekeneng Syauta dan pendeta Bontor Egla Irnahasri Nababan yang waktu itu masih menjalani vikariatnya di gereja kami. Aku suka lagu itu.  Lagu yang berjudul Maha Kasih yang Ilahi yang disadur dari lagu asli Love Divine, All Love Excelling  itu kami nyanyikan dengan acapela. Tanpa musik.  Sudah pasti tak sehebat penyanyi-penyanyi yang sudah tenar itu. Apalah kami ini dibanding mereka. Tetapi inilah talenta yang sudah diberikan-Nya dan untuk itulah kami menyanyi.  Pagi ini, mendengarkan ulang nyanyian aca

PENGAMALAN PANCASILA, MULAI DARI MANA?

Subuh membangunkanku. Usai bersaat teduh kubuka jendela kamar. Gelap sudah berganti terang. Malam telah beranjak pergi berganti pagi. Udara segar memasuki ruang tidurku. Mataku tertuju pada tanaman adenium yang akan berbunga. Hanya adenium sederhana, bukan yang jenis bagus seperti yang ada di kontes-kontes bunga.  Ada tiga kuncup di ujung tangkainya,  Kombinasi warna merah di bagian atas kuncupnya dan putih dibagian bawahnya. Hmm, seperti warna bendera Indonesia.  Jadi ingat, hari ini adalah hari lahir Pancasila. Untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai hari libur Nasional. Di media sosial dan di televisi marak slogan bertuliskan Saya Indonesia Saya Pancasila dengan nuansa warna merah dan putih. Banyak juga yang memasang foto di sebelah tulisan itu. Termasuk saya.  Gegap gempita itu sudah pasti untuk menumbuhkan kembali kepedulian pada Pancasila yang mungkin telah memudar di kalangan masyarakat.  Seorang kawan menuliskan pesannya di whatsapp. Nampaknya mengutip