NENEK DAN SUNGKEMAN
Hari lebaran. Hari kemenangan yang dirayakan oleh saudara kita umat muslim setelah sebulan berpuasa. Saling bermaaf-maafan antar sesama. Keluarga saya tak merayakan lebaran, tapi tiap lebaran kami sempatkan untuk berkumpul bersama keluarga besar nenek yang merayakan lebaran. Sebaliknya ketika kami merayakan Natal yang lainnya juga berkumpul di rumah kami.
Nenek, mengingat beliau saya jadi teringat dengan tradisi yang dilakukan selama beliau masih hidup. Tradisi itu adalah sungkeman. Tiap lebaran itu selalu menjadi kegiatan utama selain makan-makan dan bagi-bagi angpao tentunya.
Nenek -kami memanggilnya eyang Sis- di pagi lebaran sudah berdandan cantik dengan kain dan kebaya kutu baru lengkap dengan sanggul jawa. Sejak muda eyang memang berpakaian seperti itu. Didikan jaman Belanda dan tradisi Jawa yang menekankan kedisiplinan dan tata krama turut mempengaruhi sikap dan keseharian beliau. Sehingga kedisiplinan dan tata krama itu pun juga diajarkan pada anak dan cucunya, termasuk sungkem pada yang lebih tua.
Pada saat lebaran tiap-tiap keluarga datang dan sungkem duduk berlutut di depan eyang sesuai urutan, dari orang tua sampai anak-anak. Hanya Papaku yang tidak. Mungkin karena bukan orang Jawa sehingga tak terbiasa dan eyang memakluminya. Papa hanya bersalaman sambil membungkukkan badannya.
Sejak eyang meninggal tak lagi ada acara sungkeman. Hanya cium tangan kepada para orang tua dan bersalaman dengan saudara-saudara yang sebaya. Walaupun begitu tata krama yang lain yang diajarkan eyang masih tetap kami kenang dan kami terapkan dalam keseharian.
Di saat ini dalam era yang teknologinya sudah sangat maju benarkah tata krama sudah mulai pudar? Benarkah pelajaran budi pekerti bukan menjadi pelajaran prioritas?
Suatu hari seorang penulis terkenal bercerita tentang sikap anak muda yang berperilaku tidak sopan dalam sebuah pertemuan. Saat akan memasuki ruangan sang penulis ini melihat anak muda duduk dengan kaki dinaikkan di meja. Ketika pertemuan yang membahas tentang desain cover buku seorang tokoh yang ditulis penulis terkenal itu di mulai anak muda yang merasa pintar dalam desain grafis ini menyela, menanyakan peran sang penulis dalam pembuatan desainnya. Pemimpin anak muda itu jadi tidak enak dengan penulis tersebut dan akhirnya minta maaf atas kelakuan anak buahnya.
Itu salah satu contoh dari makin berkurangnya tata krama dalam masyarakat. Dan berharap hal seperti itu tak semakin banyak.
Semoga meski tradisi sungkeman tak lagi banyak diikuti, budi pekerti tetap diajarkan sejak usia dini.
#nulisrandom2017
#day25
Nenek, mengingat beliau saya jadi teringat dengan tradisi yang dilakukan selama beliau masih hidup. Tradisi itu adalah sungkeman. Tiap lebaran itu selalu menjadi kegiatan utama selain makan-makan dan bagi-bagi angpao tentunya.
Nenek -kami memanggilnya eyang Sis- di pagi lebaran sudah berdandan cantik dengan kain dan kebaya kutu baru lengkap dengan sanggul jawa. Sejak muda eyang memang berpakaian seperti itu. Didikan jaman Belanda dan tradisi Jawa yang menekankan kedisiplinan dan tata krama turut mempengaruhi sikap dan keseharian beliau. Sehingga kedisiplinan dan tata krama itu pun juga diajarkan pada anak dan cucunya, termasuk sungkem pada yang lebih tua.
Pada saat lebaran tiap-tiap keluarga datang dan sungkem duduk berlutut di depan eyang sesuai urutan, dari orang tua sampai anak-anak. Hanya Papaku yang tidak. Mungkin karena bukan orang Jawa sehingga tak terbiasa dan eyang memakluminya. Papa hanya bersalaman sambil membungkukkan badannya.
Sejak eyang meninggal tak lagi ada acara sungkeman. Hanya cium tangan kepada para orang tua dan bersalaman dengan saudara-saudara yang sebaya. Walaupun begitu tata krama yang lain yang diajarkan eyang masih tetap kami kenang dan kami terapkan dalam keseharian.
Di saat ini dalam era yang teknologinya sudah sangat maju benarkah tata krama sudah mulai pudar? Benarkah pelajaran budi pekerti bukan menjadi pelajaran prioritas?
Suatu hari seorang penulis terkenal bercerita tentang sikap anak muda yang berperilaku tidak sopan dalam sebuah pertemuan. Saat akan memasuki ruangan sang penulis ini melihat anak muda duduk dengan kaki dinaikkan di meja. Ketika pertemuan yang membahas tentang desain cover buku seorang tokoh yang ditulis penulis terkenal itu di mulai anak muda yang merasa pintar dalam desain grafis ini menyela, menanyakan peran sang penulis dalam pembuatan desainnya. Pemimpin anak muda itu jadi tidak enak dengan penulis tersebut dan akhirnya minta maaf atas kelakuan anak buahnya.
Itu salah satu contoh dari makin berkurangnya tata krama dalam masyarakat. Dan berharap hal seperti itu tak semakin banyak.
Semoga meski tradisi sungkeman tak lagi banyak diikuti, budi pekerti tetap diajarkan sejak usia dini.
#nulisrandom2017
#day25
Komentar
Posting Komentar