EMOSI DAN NURANI

Denting-denting itu tak melagu dengan indah seperti biasanya. Banyak nada-nada yang tak tepat dan sumbang.
"Permainanmu buruk. Nada nada yang kau mainkan kacau. Ada apa?"
"Kesal. Aku sungguh kesal. Kepalaku serasa dibebat gurita. Hatiku seperti mau meledak menahan marah. "
"Kenapa?"
"Aku kesal padanya. Bagaimana tak kesal. Sudah lama aku memberikan jadwal pelatihan yang kubuat  padanya dengan harapan segera diperiksa  dan ditindaklanjuti. Jika tak sepakat segera beritahu supaya aku bisa atur kembali. Aku pikir sudah tidak ada masalah dengan jadwal itu. Nah ini sudah mulai dekat waktu pelaksanaan dia minta jadwal diubah. Padahal aku sudah buat kontak dengan narasumber dan menyesuaikan dengan jadwal mereka. Apa ngga bikin kacau ini namanya. Seenak udelnya aja." nada suara Emosi meninggi.
"Sabar. Kadang yang kita harapkan tak sejalan dengan yang kita inginkan. " Nurani menimpali.
"Iya, tapi ya ngga bisa begitu. Yang sudah ditata jadi berantakan. Nol. Sudah begitu ia enggan untuk terlibat membantu dalam pelatihan. Lantas apa gunanya dibentuk panitia." Gusar sekali dia nampaknya.

"Lakukan saja bagianmu. Mungkin bagimu ini bencana. Tapi jika Tuhan ijinkan ini terjadi itu berarti ia sedang membawamu pada suatu hal yang pada akhirnya akan kau mengerti dan syukuri. Ia akan membuatmu menjadi baik. Serahkan saja kepada-Nya. Dan maafkanlah dia. " Nurani mencoba memberikan pengertian dengan penuh kesabaran.
"Ngga mudah", tukas Emosi. "Dia sudah sering bikin kesal. Dan ini puncaknya. "
Jangan terlalu lama menyimpan kesal. Siapakah kita sehingga kita tak mau  mengampuni orang lain? Jika Tuhan menghitung kesalahan dan sikapmu yang menyakiti-Nya apakah kau dapat tahan? Tapi lihat, ia tetap mengasihimu dan mengampuni kesalahanmu. "
"Tapi aku bukan Tuhan"
"Benar. Tapi Ia menghendaki agar kamu memaafkannya."

Hening mengisi antara Emosi dan Nurani. Hanya deret-deret kalimat yang melintas di kepala Emosi. Kalimat yang ia tahu harus ditaati. "...ampunilah seorang akan yang lain. Sama seperti Tuhan mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian."

Tapi dia sudah melukai hatiku", ujar Emosi lirih. Hampir tak terdengar. Di sudut matanya kristal-kristal bening mulai menetes.
"Serahkan pada-Nya. Bukankah kau sendiri tahu Ia dekat pada orang-orang yang patah hati. Ia  membalut luka-luka mereka dan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Ia pun akan melakukan hal yang sama buatmu. Karena Ia pengendali segala sesuatu. Termasuk keadaan dan orang-orang di sekitarmu.

Emosi terdiam. Jemarinya menyentuh tuts-tuts hitam putih itu lagi. Nada-nada harmoni mengalun syahdu. Mengiring larik-larik syair dari Kidung Jawi yang melegakan hati. Bentuk penyerahan diri.

Gusti Yesus kulo badhe, nderek Tuwan slaminya
Nderek manggul salib Tuwan, sajeg kula ning ndunya
Kulo Tuwan kiataken saged a tahan susah
Sampun ngantos kemuriten
Sampun cuwa ing manah

Nadyan kula sinengitan, dening tiyang ing nduya
Nadyan tinilar ing mitra, Gusti tan nilar kula
Lamun Tuwan ingkang nganti, kula nderek lan bingah
Lamun Tuhan kang ngasihi, kula tan ngetang susah.

(kidung pasamuan jawi 137)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FILOSOFI BUNGA ANGGREK

CINTA

MALAM ITU DI GETSEMANI