NUR RAHMI YANTI : MENYEMAI BULIR HARAPAN DI TANAH GERSANG

 Dulu, banyak lahan pertanian di Nusa Tenggara Barat tak tertangani. Dimusim kering, tanah retak tak tertanami. Dalam setahun hanya sekali lahan menghijau saat musim penghujan. Bertahun-tahun dibiarkan, para petani pasrah pada keadaan. Sumber air tak memadai membuat lahan dibiarkan terlantar. 

Namun seorang perempuan sederhana dari sebuah desa di Lombok Tengah tak demikian. Di tiap retakan tanah itu ia melihat potensi tersembunyi. Peluang emas untuk kebaikan negeri yang ia diami sejak lahir. 

Perempuan  itu adalah Nur Rahmi Yanti, yang akrab disapa Yanti.  Berulang tanya hadir dibenaknya. ”Apa yang bisa kulakukan dengan tanahku?” Ia yakin tanah kering bisa jadi sumber kehidupan asal ada kemauan mengelolanya. 

Pikirannya terus berputar. Hingga ia menemukan satu tanaman yang bisa dibudidayakan di lahan kering. Sorgum. Tanaman yang ia kenal saat berkunjung ke pameran tahun 2010. 



Sumber : BBPP Binuang, 2024

Ia memilih sorgum karena tanaman ini bisa tumbuh diberbagai jenis tanah terutama di lahan yang kurang subur. Yang lebih penting lagi tanaman ini memiliki multifungsi. Bijinya sebagai bahan pangan seperti tepung, nasi sorgum, kue, mie dan roti. Batangnya bisa digunakan sebagai pakan ternak dan bahan bakar bioetanol. Begitu juga daun dan ampasnya, bisa untuk pakan ternak. Sedangkan tangkainya bisa dibuat kerajinan seperti sapu lidi sorgum.

Awal yang Sederhana.


Tahun 2017 di Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah Yanti mengawali langkahnya. Di desa ini,  lahan kering mulai digunakan untuk menanam sorgum. Ia mengajak sepuluh petani menerapkan budidaya sorgum yang benar. Memberikan pendampingan teknis cara budidaya sorgum, penggunaan varietas yang cocok, manajemen lahan dan pemeliharaan yang tepat supaya tanaman sorgum bisa tahan di lahan kering itu.


Secara bertahap dari sepuluh orang, jumlah petani yang turut menanam sorgum bertambah. Awalnya tak mudah untuk membuat mereka mau menanam, terlebih belum ada bukti keberhasilan. Namun ia tak menyerah. Pembinaan dan pemberdayaan terus dilakukan hingga menumbuhkan kepercayaan.  


Guna memotivasi petani, Yanti mendukung dengan memberikan bantuan sarana produksi dan upah tenaga kerja. Akhirnya satu demi satu petani mulai tergerak. Tunas-tunas sorgum perlahan tumbuh dari  bulir bulir yang disemai di tanah tandus. Dari hasil panen, pendapatan petani pun turut meningkat. 


Butiran sorgum untuk ketahanan pangan.


Demi meningkatkan nilai tambah, hasil panen tak hanya dijual gabah karena harganya murah. Namun dengan diolah, harga bisa berlipat dan petani lebih sejahtera. Awalnya  oleh petani, sorgum hanya dikonsumsi sebagai pengganti beras dan pakan ternak saja. Yanti berinovasi secara otodidak dengan membuatnya menjadi pangan alternatif yang enak dan bergizi tinggi. 


Ia mulai mengenalkan beragam produk olahan kepada para petani. Dengan brand Yant Sorghum, Yanti mulai mengolah sorgum menjadi berbagai bahan pangan seperti beras, tepung, gula cair, kue, susu, keju, aneka keripik hingga sendok dan garpu yang bisa dimakan. Kini ada sekitar dua puluh macam produk yang sudah dibuat. 



Sumber : Instagram Yant Sorgum

Pengakuan dan Penyebaran.


Kerja keras Yanti membawa hasil. Banyak mata tertuju padanya. Salah satunya perusahaan Astra. Pada tahun 2017, ia dianugerahi Satu Indonesia Awards dari Astra, sebuah penghargaan nasional untuk anak muda inspiratif. Dari sana, dukungan mengalir, termasuk program Desa Sejahtera Astra, yang membantunya memperluas gerakan.


Kini, petani sorgum binaan Yanti telah tersebar di 22 desa di 4 kabupaten di Lombok. Hampir 1.000 petani binaan dan total lahan mencapai 500 hektar. Sebuah capaian dari perjuangan yang tak mudah. 



Sumber :Instagram Yant Sorghum.


Produk olahannya juga sudah merambah pasar internasional seperti Singapura, Malaysia, Jepang, hingga Dubai. Ini sejalan dengan misinya yang bisa bersaing di pasar global dengan menggunakan produk lokal. 

“Yang paling membahagiakan bagi saya bukan hanya ekspor ke luar negeri, tapi melihat ibu-ibu rumah tangga di desa bisa punya penghasilan sendiri dari produk sorgum,” katanya. 


Melalui upaya yang dilakukan Yanti bersama Astra melalui program Desa Sejahtera Astra, kesejahteraan petani semakin meningkat. Pendapatan petani binaan yang semula sebesar Rp. 500 ribu per bulan menjadi Rp. 1,5 juta per bulan.


Sumber : Lombok Post


Bagi Yanti, sorgum bukan hanya soal pangan, tapi juga pemberdayaan. Ia percaya setiap butir sorgum adalah simbol ketahanan dan harapan—tanaman yang bisa bertahan di tanah kering, sama seperti manusia yang bertahan dan berjuang di tengah keterbatasan.


Ia menabur bukan hanya benih sorgum, tapi juga benih kepercayaan diri dan semangat juang bagi petani lokal. Semoga kelak muncul  yanti yanti dari  tempat lain di negeri ini yang bisa mengembangkan sorgum sebagai pangan alternatif di wilayahnya guna mendukung ketahanan pangan negeri ini. #APAxKBN2025



https://radarlombok.co.id/diversifikasi-sorgum-menjadi-pangan-alternatif-masa-depan.html

https://insidelombok.id/ekonomi/umkm-ntb-kembangkan-produk-turunan-sorgum/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBILANG WAKTU

FILOSOFI BUNGA ANGGREK

EPISODE KABUT : ELEGI KEMATIAN