AGUSTUS, AKU MENYUKURINYA
"Selamat ulang tahun...." sebuah pesan di telepon seluler dari seorang
tua mewarnai pagi, dua hari sebelum tanggal lahirku. Ucapan yang terlalu
dini namun membuatku bersemangat sepanjang hari. Seakan seperti berkat
yang ditumpangkan ke atas kepalaku dan menyegarkan seluruh tubuh.
Hatiku diliputi sukacita sepanjang hari itu.
Tepat di
tanggal lahirku berbagai sapa dan doa melimpahiku. Banyak sekali. Ada
yang lewat tulisan adapula yang melagukannya. Kejutan kejutan manis
yang tak pernah kupikirkan. Seperti halnya yang dilakukan sebuah
keluarga muda di ujung telepon. Saat kuangkat tak ada suara menyapa.
Hanya samar kudengar hitungan angka. "Satu. Dua. Tiga. Happy birthday,
happy birthday. Happy birthday to you". Selamat ulang tahuuunnn." Satu
persatu anggota keluarga itu bergantian menyapaku. Senang berpadu
haru. Paduan suara acapella dengan harmoni yang indah. Tak menyangka
aku begitu dikasihi seperti ini.
Pun ketika saat
menjelang senja di hari ulang tahunku. Aku mengunjungi sebuah asrama di
kota dingin. Asrama tempat kawan-kawan berkebutuhan khusus menjalani
hari dan membekali diri. Mereka ada yang berasal dari seputar kota
dingin itu. Namun adapula yang dari luar kota. Malah ada yang berasal
dari ujung timur Indonesia.
Biasanya setiap sore mereka
menghabiskan waktu bersama sambil minum teh. Sore itu seorang gadis
cantik, Adinda, dari kursi rodanya spontan menyanyikankan lagu selamat
ulang tahun. Mungkin bagi orang lain itu lagu biasa yang selalu
dinyanyikan saat ada perayaan ulang tahun. Namun bagiku nyanyian gadis
itu punya arti khusus. Seperti nada-nada berbalut doa yang dinaikkan
dengan tulus untukku. Yah senja yang penuh kedamaian.
Ulang
tahunku. Tanpa pesta tetapi kemeriahannya mewarnai hari. Tanpa kado
tapi hadiahnya bernilai abadi. Sarat makna. Betapa hingga sampai saat
ini masih diijinkan menjalani hari dan memberi arti.
Untuk semua ini adakah alasan bagiku untuk tak menyukuri?
Agustus 2014
Komentar
Posting Komentar