DALAM CATATAN WAKTU
Didetak
detik itu kuhitung hari
Menyukuri
hidup yang Kau beri.
Ulang
tahun. Ada yang mengatakan bertambah umur. Ada pula yang mengartikan
berkurang setahun dari jatah usia yang ada. Entahlah. apapun
istilahnya yang pasti aku bersyukur. Menyadari bahwa kesanggupanku
menapak hari demi hari semata hanya karena-Nya. Bukan dengan
kekuatanku sendiri. Hal itu pula yang kulihat pada diri seorang
gadis berumur tujuh belas tahun yang kukunjungi disaat hari ulang
tahunku bulan lalu. Ia telah terbaring koma selama dua bulan. Radang
otak telah merenggut keceriaan masa muda gadis yang murah hati ini.
Aku
teringat saat dia masih kecil, ketika masih menjadi tetanggaku dulu.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu. Lincah, lucu dan menggemaskan.
Kini melihat dia dalam kondisi seperti itu membuat aku trenyuh. Hari
demi hari dilalui dalam diam, tak mampu berkata-kata. Hanya sesekali
menangis, mengedipkan mata atau menyeringai untuk menunjukkan yang
dia rasakan atau dia inginkan.
Saat
berbincang dengan orang tuanya kulihat wajah penuh syukur terpancar
diraut wajah mereka. Satu hal yang pasti hati mereka sudah tentu
diselimuti kepedihan melihat kondisi putri terkasih. Belum lagi
keletihan yang mendera dan aktifitas keseharian yang berubah dari
biasanya. Namun seperti yang mereka tuturkan, melalui ini mereka
belajar untuk lebih mengasihi Tuhan, melangkah dengan iman bukan
dengan apa yang dilihat. Belajar mempercayai akan janji-janji
Tuhan.
Teringat
sebuah ilustrasi yang disampaikan oleh seorang hamba Tuhan pada
saat ibadah minggu, cukup menarik. Ia meminta seorang jemaat dengan
sukarela untuk berdiri. Suasana senyap beberapa saat. Akhirnya
Seorang bapak berdiri, keluar dari antara kursi-kursi panjang dan
melangkah kedepan.
“Berapa
umur bapak?” kata sang pendeta dari atas mimbar.
“Lima
puluh tiga tahun” sahut si bapak.
“Baik,
pak. Saya ingin Bapak melangkah sebanyak umur anda. Kita anggap umur
Bapak dalam kelipatan sepuluh. Berarti bapak melangkah sebanyak 5
kali.” jelas Sang Pendeta. “Coba sekarang Bapak mulai melangkah.”
Si
bapak melangkah sebanyak 5 kali sesuai yang disampaikan pendeta.
“Sekarang
coba anda ingat dalam tahun tahun yang sudah dilewati itu pada umur
berapa bapak mengalami pergumulan dan masa masa yang berat”
“Sekitar
empat puluhan”
“Sekarang
umur bapak 53 tahun. Setelah melewati masa empat puluh tahun itu,
saat ini apakah yang Bapak pikirkan dan rasakan?”
“Bersyukur
karena saya ternyata bisa melewati masa masa sukar itu.”
“Siapa
yang menuntun Bapak?”
Si
bapak dengan yakin menyebut Sang Maha Segalanya sebagai penolong
dalam hidupnya.
Anganku
beralih kembali pada sosok gadis belia itu. Sambil menatapnya dalam
hati aku berkata, “Cantik, Tuhanpun akan menuntunmu melalui masa
masa hening hingga Ia memulihkanmu pada waktu-Nya.”
Terngiang
bait akhir dari sebuah lagu yang dinyanyikan Jessy Susetyo yang
membuat hatiku turut melagu.
Kuingin
selalu berada dekat-Mu
Meniti
hari-hari bersama cinta-Mu
Rangkaian
usia yang terus melaju
kan
kujalani seiring terangnya kasih dan setiamu
Dan
bagiku, ulang tahun kali ini menjadi ulang tahun yang berbeda, lebih
bemakna dari sebelumnya.
13
September 2013
NB
: Dua hari setelah tulisan ini dibuat-15 September 2013 malam- Nana,
gadis cantik itu pulang ke rumah Tuhan dalam damai.
Komentar
Posting Komentar