SELAMA MASIH ADA WAKTU
Pagi masih berembun. Dingin masih terasa menyergap tubuh meski mentari mulai menampakkan diri. Senin. Hari kerja diawal pekan. Setumpuk rencana kerja telah tersusun. Diri telah siap beranjak meninggalkan beranda rumah menuju tempat tugas. Ping. Kulihat telepon genggamku. Ada pesan masuk.
"Berita duka. Telah berpulang seorang kawan baik tadi malam"
Aku terkejut. Sepintas anganku melayang pada sosok yang dikabarkan meninggal itu. Lelaki paruh baya, berdarah Minang. Postur tubuhnya tinggi, tak terlalu gemuk. Aku hanya sempat bertemu dengannya dua kali dalam rapat koordinasi tingkat propinsi dilingkup kerja kami. Beliau hadir dari kantor pusat sebagai pembicara. Meski hanya bertemu dua kali aku bisa melihat bahwa dia adalah pribadi yang hangat, ramah dan baik.
"Sakit apa, bu?" tanyaku pada teman beliau yang memberi kabar duka itu.
"Belum tahu. Hari Jumat padahal masih masuk kantor." Gambar emoticon menangis menyertai dibelakang tulisan itu.
"Selama ini beliau pernah sakit serius?"
"Tidak pernah. Beliau selalu nampak bugar."
"Dia orang yang ramah dan baik, mbak"
"Ya, saya dapat melihat itu."
Pembicaraan kami dikotak pesan selanjutnya adalah seputar mengenang segala sesuatu yang pernah dialami bersama beliau selama masih hidup.Pulang ke rumah Tuhan adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang bisa menolaknya. Kapan waktu itu tiba tak pernah ada yang tahu. Sudah selayaknya bila setiap hari kala terbangun dari peraduan kita mengucap syukur. Berterima kasih karena masih diijinkan bertemu matahari, berinteraksi dengan alam dan berbagi dengan sesama. Bersama saling merajut kebaikan,dan menciptakan kebahagiaan. Ya, selama ada waktu, mari bersama kita lakukan.
22 Juli 2013
Wah bagus mbak
BalasHapustrima kasih mas Imam.
BalasHapus