DARI DESA BAGI PERTIWI
Tanah air kita Indonesia adalah negeri
yang indah dan kaya. Keanekaragaman
dapat ditemui di sini. Mulai dari,budaya, suku, adat istiadat dan flora
faunanya. Berbagai jenis tanaman tumbuh subur di negeri ini. Sudah banyak
pujangga dan pencipta lagu menggambarkan tentang Indonesia yang elok dan subur.
Seperti lagu “Rayuan Pulau Kelapa” ciptaan Ismail Marzuki, juga lagu “Kolam Susu”
dari Koes Plus. Coba dendangkan, pasti rasa syukur akan mengaliri hati karena
kita menjadi bagian dan hidup di negeri indah ini.
Banyak peneliti mancanegara yang tertarik
melakukan kajian tentang potensi alam dan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Sayangnya orang Indonesia sendiri masih
banyak yang belum menyadari pentingnya mempertahankan keanekaragaman
hayati itu. Keseimbangan ekosistem tidak diperhatikan saat merencanakan suatu
kegiatan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan papan/tempat tinggal orang
melakukan penebangan hutan dan pembukaan
lahan dengan tidak bijaksana. Demikian
pula untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Penggunaan
bahan-bahan kimia yang awalnya diharapkan meningkatkan produksi justru menjadi bumerang
terhadap keseimbangan ekosistem alam karena pemakaian yang tidak tepat. Di bidang pertanian dampak dari terganggunya
keseimbangan ekosistem alam adalah munculnya
serangan hama dan penyakit karena berkurangnya
populasi musuh alami, Selain itu juga berkurangnya kesuburan tanah yang pada
akhirnya berdampak pada penurunan produksi atau kegagalan panen.
Pesimiskah kita akan kelestarian alam di masa depan?
Sebaiknya jangan. Karena meski tak banyak masih ada orang-orang yang peduli dengan kelestarian
alam dan lingkungan.
Salah satunya adalah Kolifah, perempuan
bersahaja dari Desa Kedungringin Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan. Ia lulusan sekolah kejar paket B, setara SMP.
Istri dari Sirkan, seorang petani yang
juga bekerja sebagai tukang ojek untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kepedulian Kolifah terhadap kelestarian
alam dan lingkungan bermula dari serangan hama penggerek batang padi di
sawahnya pada tahun 1999.
Pengendalian dengan obat-obatan kimia
tidak juga menyelesaikan masalah. Hasil panen yang tidak memuaskan ditiap musim
membuatnya mencari cara untuk mengatasinya. Melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu ia belajar tentang penanganan hama tersebut dan mengenal
musuh alaminya yang disebut parasitoid Trichogramma.
Sejak itu ia melakukan eksplorasi dan
pembuatan media parasitasi serta perbanyakan parasit dengan peralatan yang
sederhana. Keuletannya membuahkan hasil.
Populasi hama penyebab sundep/beluk dapat ditekan, tanaman padinya tumbuh
dengan baik dan hasil panen meningkat. Ia juga memanfaatkan bahan-bahan alami
disekitarnya untuk pupuk tanaman. Air kedelai, air kelapa, air cucian beras,
temulawak, lengkuas, sere ditambah bahan
pengurai menjadi pupuk organik cair yang menyuburkan tanamannya.
Upaya pegiat lingkungan ini memberikan dampak besar
bagi petani sekitarnya. Melalui teladan dan motivasi yang diberikannya akhirnya banyak petani mengikuti
jejaknya menggunakan agens hayati dan pupuk organik cair tersebut. Peningkatan produksi padi dan menurunnya penggunaan pupuk buatan dan pestisida kimia adalah dampak dari jejak yang diukir oleh wanita ini
Selain
dimanfaatkan petani sekitarnya produksinya juga banyak diminati dari berbagai
tempat baik di lingkup Jawa Timur maupun di luar Jawa Timur. Setiap tahun ia memproduksi Trichogramma sebanyak 25000 pias, pupuk organik cair 1500 liter, pupuk organik granul sebanyak 15 ton dan corynebacterium 500 liter.
Rumahnya
yang berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Agens Hayati menjadi tempat bagi banyak
praktisi untuk berbagi pengalaman dan informasi.
Jerih
lelahnya tak sia-sia. Melalui usahanya ini ia bisa membantu meningkatkan
pendapatan keluarga. Dan pada tahun 2010
ia mendapat penghargaan Kalpataru sebagai perintis lingkungan. Meski perjuangan
ini tak mudah ia tak ingin berhenti. Ia ingin terus berbagi dan memotivasi untuk melestarikan alam, mempertahankan
keanekaragaman hayati.
Komentar
Posting Komentar