Adventus II : Pelipur Sedih
Dua lilin kita nyalakan
Menyinari hati sedih
Ditengah-tengah kegelapan
Nur iman tetap berseri.
---- Gita Bakti 127:2
Pagi itu, dalam ibadah minggu adventus kedua, ruangan di dalam gereja sejenak menjadi sunyi. Denting-denting dari petikan gitar seorang lelaki muda terdengar mengalun memecah hening, menyanyikan lirik demi lirik sebuah lagu. Meski nada yang diambil terlalu tinggi hingga membuatnya sedikit kesulitan saat menyanyi di nada yang tertinggi, namun ia tetap bersemangat menyanyikan pujian itu.
Sebuah lagu sederhana namun penuh makna.
"Bagaikan bejana siap dibentuk, demikian hidupku ditangan-Mu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu ku dibaharui selalu
Jadikan ku alat dalam rumah-Mu, inilah hidupku di tangan-Mu
Bentuklah s’turut kehendakMu, pakailah sesuai rencana-Mu
Ku mau s’pertiMu Yesus, disempurnakan selalu
Dalam s’genap jalanku, memuliakan namaMu. "
Seorang wanita tua yang mendampinginya menyanyi di depan jemaat kulihat menitikkan air mata. Keharuan dan rasa syukur pasti menyelimuti hatinya. Ini adalah kali pertama bagi anak lelaki satu-satunya tampil kembali menyanyi, melayani Tuhan di gereja. Ya, setelah masa-masa penuh pergumulan dan pengorbanan, pun airmata yang menyelimuti keluarga itu. Sebuah peristiwa yang telah membuat anak terkasihnya itu sempat kehilangan jati dirinya, terenggut masa remajanya dan harus menjalani masa pemulihan yang tak mudah dan membutuhkan waktu lama.
Kini, ia sudah kembali. Cinta dan iman seorang ibu yang tetap menyala menyinari jalan anaknya.
Dalam Natal selalu ada keajaiban. Dalam Natal selalu ada sukacita yang menjadi pelipur bagi hati yang sedih.
10 Desember 2013
Menyinari hati sedih
Ditengah-tengah kegelapan
Nur iman tetap berseri.
---- Gita Bakti 127:2
Pagi itu, dalam ibadah minggu adventus kedua, ruangan di dalam gereja sejenak menjadi sunyi. Denting-denting dari petikan gitar seorang lelaki muda terdengar mengalun memecah hening, menyanyikan lirik demi lirik sebuah lagu. Meski nada yang diambil terlalu tinggi hingga membuatnya sedikit kesulitan saat menyanyi di nada yang tertinggi, namun ia tetap bersemangat menyanyikan pujian itu.
Sebuah lagu sederhana namun penuh makna.
"Bagaikan bejana siap dibentuk, demikian hidupku ditangan-Mu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu ku dibaharui selalu
Jadikan ku alat dalam rumah-Mu, inilah hidupku di tangan-Mu
Bentuklah s’turut kehendakMu, pakailah sesuai rencana-Mu
Ku mau s’pertiMu Yesus, disempurnakan selalu
Dalam s’genap jalanku, memuliakan namaMu. "
Seorang wanita tua yang mendampinginya menyanyi di depan jemaat kulihat menitikkan air mata. Keharuan dan rasa syukur pasti menyelimuti hatinya. Ini adalah kali pertama bagi anak lelaki satu-satunya tampil kembali menyanyi, melayani Tuhan di gereja. Ya, setelah masa-masa penuh pergumulan dan pengorbanan, pun airmata yang menyelimuti keluarga itu. Sebuah peristiwa yang telah membuat anak terkasihnya itu sempat kehilangan jati dirinya, terenggut masa remajanya dan harus menjalani masa pemulihan yang tak mudah dan membutuhkan waktu lama.
Kini, ia sudah kembali. Cinta dan iman seorang ibu yang tetap menyala menyinari jalan anaknya.
Dalam Natal selalu ada keajaiban. Dalam Natal selalu ada sukacita yang menjadi pelipur bagi hati yang sedih.
10 Desember 2013
Komentar
Posting Komentar