Sebuah Doa di Pagi Pertama Oktober
Pagi
dihari pertama Oktober. Tribulan terakhir menuju penghujung tahun
2013. Seperti biasanya, kujalani pagi dengan menikmati perjalanan
dengan bis antar kota menuju kantor selama lebih kurang satu jam.
Sembari mengisi waktu aku membaca buku Paulo Coelho “Seperti Sungai yang Mengalir”. Perjalanan ke kantor memang tak selalu bisa
menghabiskan satu buku, apalagi setebal buku Paulo Coelho. Terlebih
jika kantuk memaksa mataku untuk terpejam dan musik lebih menarik
minatku. Atau ketika aku harus berdiri karena kursi sudah terisi
penuh. Jadi seringkali tak selalu habis dibaca dalam satu kali
perjalanan.
Aku
membuka bagian tengah buku Paulo Coelho yang sudah kutandai dengan
pembatas untuk membedakan bagian yang belum dan sudah dibaca. Lembar
demi lembar kusimak. Rangkaian kata dan kumpulan cerita sederhana
namun penuh makna tertuang didalamnya. Pun seperti bagian kisah yang
diberi judul “Doa yang terlupakan.”
Sebuah doa yang dibacanya dari sebuah selebaran yang ia dapatkan dari
seorang kawan saat di Sao Paulo. Sebuah doa yang ternyata adalah doa
yang ditulisnya sendiri dan diterbitkan dalam sebuah buku puisi pada tahun 1980. Sebuah doa yang kini kubaca dalam
perjalanan menuju tempat tugas.
Tuhan,
lindungilah keragu-raguan kami, sebab keraguanpun sebentuk doa.
Keraguanlah yang membuat kami bertumbuh dan memaksa kami untuk tak
takut melihat sekian banyak jawaban yang tersedia untuk satu
pertanyaan,
Kabulkanlah
doa kami....
Tuhan
lindungilah keputusan-keputusan kami, sebab membuat keputusanpun
sebentuk doa. Setelah bergulat dengan keraguan, beri kami keberanian
untuk memilih antara satu jalan dengan jalan lainnya. Biarlah pilihan
YA tetap YA dan pilihan TIDAK tetap TIDAK. Setelah kami memilih jalan
kami, kiranya kami tidak pernah menoleh lagi atau membiarkan kami
digerogoti penyesalan.
Kabulkanlah
doa kami....
Tuhan,
lindungilah tindakan-tindakan kami, sebab tindakanpun sebentuk doa.
Kiranya makanan kami sehari-hari menjadi buah dari segala yang
terbaik dalam diri kami. Kiranya kami bisa berbagi walau sedikit saja
dari Kasih yang kami terima, melalui karya dan perbuatan.
Kabulkanlah
doa kami.....
Tuhan,
lindungilah impian-impian kami, sebab bermimpi pun sebentuk doa.
Kiranya usia maupun keadaan-keadaan tidak menghalangi kami untuk
mempertahankan nyala api harapan dan kegigihan yang suci itu dalam
hati kami.
Kabulkanlah
doa kami.....
Tuhan
berikanlah antusiasme kepada kami, sebab antusiasmepun sebentuk doa.
Antusiasmelah yang memberitahu kami bahwa hasrat-hasrat kami penting
dan layak diperjuangkan semaksimal mungkin. Antusiasmelah yang
mengukuhkan kepada kami bahwa segala sesuatu tidaklah mustahil
asalkan kami sepenuhnya berkomitmen pada apa yang kami lakukan.
Kabulkanlah doa kami.....
Tuhan,
lindungilah kami, sebab Hidup ini adalah satu-satunya cara bagi kami
untuk mengejawantahkan kuasa keajaiban-Mu. Kiranya bumi tetap
mengolah benih menjadi gandum, kiranya kami bisa tetap mengubah
gandum menjadi roti. Dan semuanya ini hanya dimungkinkan apabila kami
memiliki Kasih; karenanya janganlah kami ditinggalkan seorang diri.
Biarlah selalu ada Engkau di sisi kami dan ada orang-orang
lain--laki-laki dan perempuan-perempuan—yang menyimpan
keraguan-keraguan, yang bertindak dan bermimpi dan merasakan
antusiasme, yang menjalani setiap hari dengan sepenuhnya
membaktikannya kepada kemuliaan-Mu.
Amin.
“Pojok. Yang
turun Pojok....persiapan” suara kondektur terdengar memecah sunyi,
mengingatkanku untuk segera bersiap diri. Kututup buku Paulo Coelho,
beranjak menuju pintu.
Bagiku pagi
pertama di Oktober itu menjadi lebih indah dan penuh arti.
Komentar
Posting Komentar